Senin, 23 Mei 2011

Kurengut Keperawanan Adik Kelasku

Matahari telah berada di atas kepalaku ketika aku pergi ke SMU tempatku bersekolah dulu. Ya, aku adalah seorang mahasiswa dari sebuah universitas di Jakarta. Sampai aku melihat seorang gadis cantik, sangat cantik, yang memakai seragam putih abu-abu. Namanya sebut saja Ruby, seorang campuran Indonesia-Amerika. Saat itu dia kelas dua. Ia juga seorang model remaja. Aku cukup bernafsu untuk manikmati tubuhnya yang putih mulus.

Empat bulan kemudian ia naik ke kelas tiga. Kebetulan ia memakai jilbab. Malang untuknya, memiliki senior sepertiku, yang sangat bernafsu terhadap gadis-gadis seksi berjilbab. Tubuhnya yang langsing, dengan kulit putih, membuatku bernafsu.
Aku mencari cara agar dapat menikmati tubuhnya. Akhirnya kutemukan cara. Dengan menyusup ke toilet putri dan membius Ruby. Agar sulit ditemukan, aku memilih toilet dekat perpustakaan, yang jarang dipakai. Kutunggu hari yang cocok.
Akhirnya hari itu pun tiba, saat kebetulan aku datang ke tempat itu setelah jam sekolah bubar. Kutemukan Ruby sendirian sedang merangkum pelajaran sejarah di perpustakaan. Kusapa dia, yang hanya dibalas dengan senyuman. Kutanya “merangkum apa?” yang dijawabnya “sejarah”. “Tentang apa?” tanyaku lagi. “Prusia (Jerman sebelum Jerman yang sekarang)” jawabnya agak dingin. ‘Tak apa, toh sebentar lagi tiba saatnya kesempatan membalas dendam’ pikirku. Kutunggu Ruby masuk toilet, kususul dia, lalu kubius ia dengan sapu tangan berklorofoam yang telah kusiapkan sejak awal. Ruby yang terkejut memberontak dan berusaha melepaskan diri, tapi klorofoam itu terhirup dengan cepat. Tak lama kemudian gadis cantik yang selama ini memenuhi bahan pikiranku ini terbaring pingsan. Kuikat tangan dan kakinya dengan tali yang telah kusiapkan dan kusumpal mulutnya dengan sapu tangan lain yang tidak berklorofoam.

Kusingkap rok panjang abu-abunya, kulucuti celana dalamnya, dan kumasukkan ke dalam saku celanaku. Lalu kufoto dia dengan HP berkamera milikku. Satu jam kemudian Ruby terbangun. Saat itu jam lima sore. Lalu dengan panik dia melihat ke sekelilingnya. “Kak, kok saya ada di sini?” tanyanya dari sorot matanya. Melihat aku yang hanya senyum-senyum saja Ruby semakin panik. Kuacungkan pisau yang telah kusiapkan dan itu membuat Ruby diam ketakutan. Kubuka saputangan yang menyumpal mulutnya. Terdengar dari luar suara hujan deras membuat Ruby pasrah akan nasibnya dan mulai menangis, mungkin ia tak pernah membayangkan bahwa aku, seniornya sendiri, yang dikenalnya, akan setega itu merenggut keperawanannya.

Sementara Ruby terus menangis sampai membasahi jilbabnya, kini aku memposisikan diriku berlutut menghadap ke kemaluan perawannya yang akan kujebol itu, kurentangkan kedua kakinya lebar-lebar dan kutemukan vaginanya. Setelah itu, kurangsang kemaluannya agar basah. Terdengar desahan halus yang semakin lama semakin keras dari mulut siswi berjilbab ini.

Setelah merasa bahwa rangsanganku sudah cukup, kuarahkan batang kemaluanku yang telah menegang ke arah bibir kemaluannya dengan tangan kiriku dan kusodokkan sekuat-kuatnya. ”AAAAHHH” terdengar jeritan Ruby yang sangat memilukan.

Tubuhnya menggelepar menahan rasa pedih diselangkangannya. Kutambah tenagaku untuk membobolnya. ”AIIIIIIIIIIHH” jeritnya ketika keperawanannya kujebol. Kupindahkan tangan kananku yang telah mengarahkan penisku ke kemaluannya ke ketiak kirinya sehingga kedua tanganku kini berada di antara ketiaknya. Kunikmati kenikmatan itu sejenak sambil kuciumi bibirnya yang indah. Lalu kugenjot ia, mula-mula dengan perlahan, makin lama makin cepat. jilbab Ruby yang berwarna putih itu terbanting-banting karena ia menggelengkan kepalanya menahan kenikmatan yang tidak diinginkannya itu. Ironisnya, bibirnya terbuka dan nafasnya terengah-engah karena tidak mampu menahan kenikmatan itu. ”Ouh... Ahh... Ahh... Kakh.... pelanh-... pelanh..., dong...” desahnya pelan. ”Ohh.... Ruu... byy... Kamu nikh... math... bangeeeth...” sahutku. Kulumat bibirnya dengan perlahan, lalu kuselipkan lidahku ke mulutnya dan iapun, karena hanyut oleh nafsunya, membalas dengan mendorong lidahku dengan lidahnya. jilbab putih seragamnya pun basah karena keringat yang bercucuran dari wajah dan kepalanya. Sepuluh menit kemudian tubuh putih siswi berjilbab ini mulai menegang. Kupercepat genjotanku dan, ”Kakh... Rubyy... mauhh.... keluaarrr” kudengar suara adik kelasku yang cantik ini. ”Ohh..., kakh... Ru... bhyy... keluarrh...” terdengar suara adik kelasku itu terengah-engah saat kurasakan kemaluannya mengucurkan cairan yang meluber membasahi rok abu-abu panjangnya. Kucabut penisku yang masih menegang di dalam vaginanya.

Terlihat lubang vaginanya mengeluarkan darah perawan dan cairan vagina yang membasahi rok abu-abu panjangnya. Kubersihkan daerah kemaluannya dengan sapu tangan yang tadi kugunakan untuk membiusnya sampai bersih dan kulepas tali di kakinya. ”Kak, saya mau pulang. Boleh, kan?” tanyanya takut-takut. ”Tunggu dulu, Ruby” jawabku tenang, ”Kakak mau ’main’ lagi sama kamu”. Kucekal ia dan kusuruh agar membelakangiku. Kulihat HP-nya yang terus berdering sejak jam lima sore. Wah sudah tiga panggilan tak terjawab, pikirku. Kuperlihatkan foto seksinya yang tadi kuambil dengan HP-ku sebelum ia bangun. ”Satu kali lagi saja, Ruby. Kalau tidak, fotomu akan kusebar ke internet” ancamku tenang. Ruby melihat foto itu. Wajahnya seperti campuran antara terkejut, malu, kecewa, marah, dan pasrah. Cita-citanya sebagai foto model profesional akan hancur bila foto seksinya itu menjadi skandal masyarakat. ”Iya, deh Kak” jawabnya akhirnya. Kulepas ikatan di tangannya, kuikat kembali ke depan, dan kusuruh ia menghadap cermin di depan washtafel. Karena washtafelnya disangga oleh tembok, aku tidak khawatir bahwa washtafelnya akan ambruk ketika Ruby bertopang pada washtafel itu. Kunaikkan rok panjangnya ke atas, kuusap kemaluan dan klitorisnya pelan-pelan, dan kuremas lembut payudaranya yang masih tertutup seragam lengan panjangnya itu selama lima menit. Ketika kemaluannya mulai banjir kembali, kuarahkan penisku melewati selangkangannya dan kudorong penisku ke lubang senggamanya.

Kugenjot dengan perlahan selama beberapa saat dan kuremas-remas lembut payudaranya berukuran 32A yang masih tertutup seragam lengan panjangnya itu. Ketika kurasakan bahwa lubang kemaluannya semakin basah, kupercepat genjotanku dan kuperkeras remasanku. Tak terasa sudah tiga setengah jam saat aku membiusnya, satu jam sejak aku mulai memperkosanya dan lima menit sejak kugenjot ia dalam posisi ini. ”Ooouh..., Kakhh... Sayaaa... sebenarhhh... nya.... malu...., Kakhh... diginhinnnh... di depan cerminhhh...” akunya terengah-engah. Sambil menggenjot siswi kelas tiga SMU ini, kubuka tiga kancing terbawah dari kemejanya, kuambil HP berkamera yang kusimpan di lantai di dekat kakiku, dan kuabadikan bayangannya pada cermin itu dengan HP-ku, lalu kuremas-remas lagi payudara 32A itu. Ruby nyaris kepayahan karena kugenjot ia dalam posisi berdiri, sedangkan paginya pada hari itu ia ada pelajaran olahraga. Lima menit kemudian dorongan berejakulasi yang sudah kutahan selama satu jam tak dapat kutahan lagi.

Ruby yang menyadari hal itu pun panik karena hari itu secara kebetulan juga ia sedang dalam masa paling subur dari masa subur. ”Jang...nganh..., Kaak. Jang... ngan di dalleemh...” ujarnya lemah. Terlambat. Spermaku pun membanjiri rahimnya. Ruby yang sadar apa yang sedang terjadi pun hanya bisa termangu. Air matanya pun kembali bercucuran membasahi pipinya yang putih mulus. Kulepas penisku dari vaginanya, kubuka ikatan di pergelangan tangannya. Ia ambruk karena kehabisan tenaga, dan meringkuk di pojok toilet wanita. Kuambil HP-nya dan kukirim nomornya ke HP-ku. Kukembalikan HP-nya, aku keluar dari toilet terkutuk itu, turun dengan lift dan keluar dari sekolah itu. Aku ditanya satpam yang di pintu masuk, kujawab, ”Iya, keasyikan baca buku”.
Dua hari kemudian aku menerima surat yang di alamatkan kepadaku. Kubuka, surat itu isinya berbunyi:

xx yy 20zz
Yth Kak ****

Kemarin saya melakukan tes kehamilan. Tes bersangkutan saya kirim bersama surat ini. Waktu itu saya kecewa pada Kakak. Kakak telah menghancurkan seluruh masa depan saya. Kalau hari itu Kakak hanya memperkosa saya, saya masih bisa memaafkan Kakak. Tapi Kakak juga menghamili saya. Tapi saya tidak bisa mendendam pada Kakak karena Kakaklah yang pertama kali mengajari saya tentang kenikmatan itu. Saya tidak akan memberi tahu orangtua Kakak ataupun orangtua saya. Saya ingin membesarkan anak ini seorang diri. Lupakan saya sejak hari ini dan Kakak tidak perlu merasa bertanggung jawab.

Salam hormat
Adik kelas Kakak
Ruby CA

Aku merasa ingin menjerit sekeras mungkin, tapi tak mungkin. Mungkin suatu hari nanti, aku akan bertemu dengan anakku. Mungkin...
__________________
• TAMAT •

Tidak ada komentar:

Posting Komentar